Selasa, 28 Mei 2013

Rekayasa Lalu Lintas Baru Kota Wisata Batu

Tidak ada komentar:
Bagi agan-agan yang mau berkunjung ke Kota Wisata Batu biar nggak bingung dengan rekayasa lalu lintas baru maka bisa lihat gambar di bawah ini. Menurut kabar rekayasa akan diujicobakan selama sebulan. Kalau  tetep macet ya dikembaliin ke awal. Menurut ane yang tinggal di Batu sih kyknya sedikit mengurangi kemacetan. Malah yang bikin macet sekarang orang yang parkir dipinggir jalan kayak di pasar, dll. Kalau ditertibin mungkin bisa optimal..:D

Read More

Rabu, 01 Mei 2013

Teknik Dasar Menumpan bola atas (Chipping)

Tidak ada komentar:
Chop/Chipping sering dilakukan dalam permainan futsal untuk mengumpan bola melewati atas kepala lawan dan memberikan bola ke kawan yang ada dibelakang lawan dalam situasi pertahanan lawan yang ketat. Teknik ini hampir sama dengan teknik passing,perbedaannya terletak pada saat chipping menggunakan bagian atas ujung dan mencongkelnya tepat di bawah bola.
Read More

Teknik Dasar Menggiring Bola (Dribbling)

Tidak ada komentar:
Teknik dribbling merupakan ketrampilan penting dan mutlak yang harus dikuasai oleh setipa pemain dan kiper. Dribbling merupakan kemampuan dimana setiap pemain dalam menguasai bola sebelum diberikan kepada temannya untuk menciptakan peluang dalam mencetak gol. Yang perlu diketahu dalam teknik dribbling yaitu;
  • Kuasai bola serta menjaga jarak dengan lawan.
  • Jaga keseimbangan badan pada saat dribbling.
  • Sentuhan bola harus menggunakan telapak kaki secara berkesinambungan.
  • Fokuskan pandangan setiap kali sentuhan dengan bola.
Read More

Teknik Dasar Menahan Bola (Control)

Tidak ada komentar:
Dalam ketrampilan control/menahan bola dalam futsal harus menggunakan telapak kaki (sole). Karena dengan permukaan lapangan yang rata maka bola akan bergulir cepat,sehingga pemain harus dapat mengontrol dengan baik,apabila menahan bola jauh dari kaki maka lawan akan mudah merebut bola. Yang harus dilakukan pada saat menahan bola yaitu:
  • Selalu lihat datangnya bola
  • Jaga  keseimbangan pada saat datangnya bola
  • Sentuh atau tahan bola dengan menggunakan telapak kaki (sole) agar bolanya diam tidak bergerak dan mudah dikuasai.
Read More

Teknik Dasar Mengumpan (Passing)

Tidak ada komentar:
Passing merupakan salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat  dibutuhkan dan harus dikuasai oleh setiap pemain futsal,karena dengan lapangan yang rata dan ukuran lapangan yang kecil dibutuhkan passing yang cepat,keras dan akurat,karena bola yang mengalir sejajar dengan tumit pemain,sebab hampir sepanjang permainan futsal menggunakan passing. Untuk menguasai skill passing diperlukan penguasaan gerakan sehingga sasaran yang diinginkan tercapai. berikut ini adalah cara melakukan passing yang benar :
  • Tempatkan kaki tumpu disamping bola dan kaki yang akan menendang bola sedikit mundur di belakang bola.
  • Gunakan kaki bagian dalam untuk melakukan tendangan/passing.
  • Kunci atau kuatkan tumit agar saat sentuhan dengan bola lebih kuat.
  • Kaki dalam dari atas di arahkan ke tengah bola dan di tekan kebawah agar bola tidak melambung.
  • Diteruskan dengan gerakan lanjutan,dimana setelah sentuhan dengan bola dalam melakukan passing ayunan passing ayunan kaki jangan dihentikan.
Read More

Download Free httrack-3.47.7

Tidak ada komentar:
Sekedar share, Httrack merupakan sebuah software untuk menyimpan halaman website kita secara penuh, dalam artian tidak hanya satu halaman itu saja. Dengan begitu ketika offline, kita dapat melihat, mengklik menu yang ada di halaman web yang kita download menggunakan Httrack tadi. Link download untuk httrack-3.47.7. Silahkan download di sini atau http://adf.ly/ODqav
Jangan lupa beri komentar ya buat perkembangan blog saya..:D
Read More

Konsep Belajar Kognitivisme

1 komentar:
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respons, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya.
            Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun ia tidak selalu menafikan pandangan-pandangan kaum behavioristik. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcemen sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcemen sebagai sebuah sumber feedback apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi. Bab ini akan memaparkan beberapa konsep belajar menurut aliran kognitiviesme.
A.    Teori Gestalt
Psikologi kognitif muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt, dengan tokoh-tokohnya sepeti Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Para tokoh gestalt tersebut belum merasa puas dengan penemuan-penemuan para ahli sebelumnya yang menyatakan belajar sebagai proses stimulus dan respons serta manusia bersifat mekanistik. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt lebih menekankan pada persepsi. Menurut mereka, manusia bukanlah sekadar makhluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang memengaruhinya. Tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk individu yang utuh antara rohani dan jasmaninya. Dengan demikian, pada saat manusia bereaksi dengan lingkungannya, manusia tidak sekadar merespons, tetapi juga melibatkan unsur subjektivitasnya yang antara masing-masing individu bisa berlainan.
      Berbeda dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para tokoh behaviorisme, terutama Thorndike, yang menganggap bahwa belajar sebagai proses trial dan error, teori gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung dalam situasi belajar tersebut akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu tersebut memecahkan masalah. Dengan kata lain, teori gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah dimengertinya apa yang dipelajari oleh individu tersebut. Oleh karena itu, teori belajar gestalt ini disebut teori insight.
      Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor simpanse yang diberi nama Sultan. Dalam eksperimennya, Kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu memecahkan masalah, dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak hanya didasarkan stimulus dan respons atau trial and error saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh Kohler terhadap simpanse (Fudyartanto, 2002).
Eksperimen I
      Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan di dalam sangkar tersebut terdapat sebatang tongkat. Di luar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang tadi untuk dimakan. Pada awal dimasukkan sangkar, simpanse berusaha untuk mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan timbullah pengertian untuk meraih pisang dengan menggunakan tongkat tersebut.
Eksperimen II
      Problem yang dihadapi oleh simpanse masih sama dengan eksperimen I, yaitu pisang masih ada di luar sangkar. Akan tetapi, pisang tersebut dapat diraih jika tongkatnya dapat disambung. Jadi, ada dua batang tongkat di dalam sangkar yang dapat disambung. Kemudian simpanse diletakkan dalam sangkar tersebut. Semula simpanse berusaha meraih pisang dengan satu tongkat, tetapi gagal. Tiba-tiba muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung kedua tongkat dalam sangkar untuk meraih pisang di luar sangkar, dan ternyata berhasil.
Eksperimen III
      Problem yang dihadapi oleh simpanse diubah, yakni pisang diletakkan di gantung di atas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Di sudut sangkar diletakkan sebuah kotak yang kuat untuk dinaiki oleh simpanse. Pada awalnya simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkar, tetapi ia selalu gagal. Kemudian simpanse memerhatikan sekeliling sangkar dan ia melihat sebuah kotak yang kuat, maka timbullah pemahaman (insight) dalam diri simpanse, yakni menghubungkan kotak tersebut dengan pisang. Lalu kotak tersebut diambil dan ditaruh tepat di bawah pisang. Selanjutnya, simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih pisang tersebut.


Eksperimen IV
      Sama dengan eksperimen tiga, pisang ditaruh di atas sangkar dan ada kotak, hanya saja pada eksperimen ini ada dua kotak yang dapat disambung untuk dinaiki dan digunakan untuk meraih pisang di atas sangkar. Pada awalnya simpanse menggunakan kotak satu untuk meraih pisang di atas sangkar, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia berdiri di atas susunan kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas sangkar dengan tangannya.
      Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dna saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan problemnya dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya.
Gambar 4.1
Eksperimen simpanse oleh Kohler
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh Kohler juga menunjukkan pentingnya pembentukan insight dalam proses belajar. Pembentukan insight dalam diri individu belajar terjadi karena ada persepsi terhadap lingkungan atau medan dan menstrukturnya sehingga membentuk menjadi suatu susunan yang bermakna, yaitu terbentuknya insght.
      Proses belajar yang menggunakan insight (insgihtfull learning) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Suryabrata, 1990):
1.      Insigh tergantung pada kemampuan dasar. Kemampuan dasar yang dimiliki individu masing-masing berbeda-beda satu dengan yang lain. Biasanya perbedaan tersebut terletak pada usia, biasanya usia yang muda lebih sukar belajar dengan insight.
2.      Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan. Latar belakang turut membantu terbentuknya insight, tetapi tidak menjamin terbentuknya insight.
3.      Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi. Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga semua aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi.
4.      Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba. Individu sebelum memecahkan masalah mungkin melakukan respons-pespons yang kurang relevan terhadap penyelesaian problemnya.
5.      Solusi problem dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara langsung.
6.      Jika insight telah terbentuk, maka problem pada situasi yang lain akan dapat dipecahkan. Insight mempunyai kemampuan untuk dapat ditransfer dari satu masalah satu ke masalah lain, walaupun situasi-situasi yang menimbulkan insight berbeda dengan situasi-situasi dan materi hal yang baru, namun realisasi-realisasi dan generalisasinya sama.
Selain teori insight, teori gestalt juga menekankan pentingnya organisasi pengamatan terhadap stimuli di dalam lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan. Melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt, disusunlah hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan (Fudyartanto, 2002) sebagai berikut:
1.      Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz merupakan hukum umum dalam psikologi gestalt. Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak ke arah penuh arti (pragnaz). Menurut hukum ini, jika seseorang mengamati sebuah atau sekelompok objek, maka orang tersebut cenderung memberi arti terhadap objek yang diamatinya, dengan memberikan kesan sedemikian rupa terhadap objek tersebut. Kesan yang memberikan arti terhadap objek mungkin didasarkan pada warna, bentuk, ukuran dan sebagainya.
2.      Hukum kesamaan (the law of similarity)
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk Gesalt atau kesatuan, semisal gambar di bawah.


Melihat gambar di atas, orang akan cenderung melihat ke arah kanan karena ada persamaan objeknya dan orang mengamati deretan mendatar sebagai kesatuan (gestalt). Deretan –deretan gambar ke kanan membentuk organisasi psikologis yang cenderung bergerak pada keadaan penuh arti, yaitu deretan-deretan gambar lingkaran, gambar segi tiga, dan persegi empat, lebih berarti daripada deretan lingkaran ke bawah.
1.      Hukum keterdekatan (the law proximity)
Hukum yang menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung membentuk kesatuan. Contoh, gambar di bawah ini, a-b, c-d, e-f, g-h, akan diamati sebagai kesatuan (gestalt).


1.      Hukum ketertutupan (the law of closure)
Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt, seperti gambar berikut.


Bila melihat bentuk gambar di atas, pada umumnya orang cenderung mengamati b dan c sebagai satu kesatuan, begitu juga dengan e dan f yang terpisah dari a, d, dan g.
1.      Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan kesibambungan (kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk membentuk kesatuan atau gestalt. Jika gambar di bawah ini diamati, maka A-B atau C-D akan cenderung membentuk gestalt yang berkelanjutan.


A.    MODEL MENGELOLA INFORMASI (INFORMATION PROCESSING THEORY)
Dalam aliran kognitif terdapat sejumlah teori memori yang pada umumnya menjelaskan tentang bagaimana mengelola informasi. Model-model mengelola informasi (information processing theory) menjelaskan juga tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan perbedaannya.
1.      Pentingnya pengetahuan dalam belajar
Salah satu hal yang perlu dipahami oleh seorang guru berkaitan dengan proses belajar siswanya adalah kompetensi kognitif, kapasitas siswa untuk berpikir akbstrak, dan strategi mnemonik mereka. Dalam hal ini akan dibahas keterkaitan antara psikologi kognitif dan bagaimana manusia membangun pengetahuan dalam dirinya.
            Pengetahuan adalah hasil belajar. Pada saat seseorang belajar tentang matematika, sejarah bangsa, sosial, atau aturan-aturan bermain bulu tangkis, seseorang mengetahui sesuatu yang baru. Pengetahuan bukanlah hasil akhir, melainkan lebih dari itu, pengetahuan adalah pembimbing atau pengarah bagi belajar sesuatu yang baru. Pendekatan kognitif menyatakan bahwa salah satu elemen penting dalam proses belajar adalah apa sajakah yang dibawa oleh individu dalam situasi-situasi belajar.
            Sebuah penelitian tentang pentingnya pengetahuan dalam memahami dan mengingat suatu informasi yang baru telah dilakukan oleh Retch dan Leslie (Woolfolk, 1995). Keduanya meneliti siswa-siswa sekolah menengah pertama yang sangat bagus membacanya dan sangat kurang membacanya. Mereka menguji pengetahuan siswa tentang olahraga baseball dan menemukan bahwa pengetahuan baseball tidak ada kaitannya dengan kemampuan membaca. Karena itu, kedua peneliti tersebut membagi siswa dalam empat kelompok, yaitu 1) kelompok yang mampu membaca dengan bagus sekaligus memiliki pengetahuan tentang baseball. 2) kelompok yang mampu membaca dengan baik tapi kurang pengetahuannya tentang baseball, 3) kelompok yang kurang mampu membaca dengan baik tapi memiliki pengetahuan tentang baseball yang luas, dan 4) siswa yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan pengetahuan tentang baseball yang juga kurang.
            Hasilnya, kekuatan dari pengetahuan siswa yang memiliki kemampuan membaca kurang dan telah memiliki pengetahuan baseball yang luas ternyata lebih baik daya ingatnya tentang baseball daripada siswa yang memiliki kemampuan membaca baik tetapi pengetahuan tentang baseball kurang. Dan dari penelitian itu pula diketahui bahwa siswa yang memiliki kemampuan membaca kurang dan telah memilki pengetahuan baseball yang luas sama baiknya dengan siswa yang mampu membaca dengan baik serta memiliki pengetahuan baseball yang baik pula. Sedangkan siswa yang kurang mampu membaca dengan baik dan kurang memiliki pengetahuan baseball, mereka kurang dapat mengingat apa yang mereka baca. Dari penelitian ini, kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa dasar pengetahuan yang baik lebih penting daripada strategi belajar yang baik dalam memahami dan mengingat.
2.      Macam-macam pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat dibedakan menjadi pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Pengetahuan umum (general knowledge) adalah informasi yang sangat berguna untuk memecahkan atau digunakan melaksanakan berbagai macam tugas yang berbeda. Pengetahuan umum ini dapat diterapkan pada berbagai macam situasi. Misalnya, mengetahui bagaimana membaca, mengeja, atau memproses sebuah kata atau kalimat itu sangat berguna baik dalam situasi belajar di sekolah maupun di luar sekolah. Sementara pengetahuan khusus (domain specific knowledge) adalah informasi yang dapat digunakan hanya dalam situasi tertentu atau yang hanya dapat diterapkan dalam satu topik khusus. Contohnya, pada saat siswa belajar membaca, maka terlebih dahulu ia belajar mengeja huruf. Mengeja huruf merupakan pengetahuan khusus, tetapi pengetahuan ini akan bertambah bila digabungkan dengan pengetahuan khusus lain sampai akhirnya seorang siswa dapat membaca dengan baik dan akhirnya menjadi pengetahuan umum.
Selain dibedakan sebagai pengetahuan umum dan khusus, pengetahuan juga dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu 1) pengetahuan deklaratif, 2) pengetahuan prosedural, dan 3) pengetahuan kondisional. Pengetahuan deklaratif adalah “mengetahui tentang” (knowing that) suatu kasus atau masalah. Biasanya pengetahuan ini berupa fakta-fakta, opini-opini, kepercayaan, aturan-aturan, puisi, lirik lagu, teori-teori dan lain sebagainya. Gagne menyebut pengetahuan deklaratif sebagai informasi verbal (verbal information).
            Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) adalah “mengetahui bagaimana” (knowing how) untuk melakukan sesuatu atau memecahkan sebuah kasus. Seorang siswa yang dapat menyebutkan aturan cara membagi pecahan menunjukkan ia memiliki pengetahuan deklaratif, tetapi ketika ia dapat membagi pecahan dengan benar menunjukkan pengetahuan prosedural. Pengetahuan prosedural harus ditunjukkan dengan tingkah laku atau tindakan. Pengetahuan prosedural disebutkan dengan keterampilan intelektual (skill intellectual).
            Pengetahuan kondisional (conditional knowledge) adalah “mengetahui kapan dan mengapa” (knowing when and why) untuk menggunakan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan kognitif (cognitive strategies). Misalkan seorang siswa diberi soal matematika yang bermacam-macam. Pada saat siswa menyebutkan rumus dan menggunakannya untuk memecahkan soal matematika dan mengaplikasikan rumus yang lain untuk memecahkan persoalan yang berbeda, maka hal itu menunjukkan ia menggunakan pengetahuan kondisional.
            Antara pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional dapat juga dibedakan menjadi pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1
Macam-macam Pengetahuan
Kategori Pengetahuan
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Khusus
Deklaratif
Teori belajar behavioristik
Aturan-aturan tata bahasa
Penerapan reinforcement
Membuat kalimat yang benar
Prosedural
Bagaimana cara membangun rumah

Bagaimana cara mengendarai mobil
Bagaimana cara membuat kerangka rumah yang bagus
Bagaimana cara menghidupkan mesin mobil
Kondisional
Menggunakan suatu pendekatan untuk menyelesaikan masalah
Menggunakan rumus untuk menghitung volume

3.      Memproses Informasi (information processing model): Tiga Penyimpan memori
Information processing model memandang memori manusia itu seperti sebuah komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelolanya, mengubahnya baik bentuk dan isi, kemudian menyimpannya, dan menghadirkan kembali pada saat dibutuhkan. Jadi, kegiatan memproses informasi itu meliputi mengumpulkan dan menghadirkan informasi (encoding), menyimpan informasi (storage), mendapatkan informasi, dan menggali informasi kembali pada saat dibutuhkan (retrieval). Seluruh sistem pemrosesan informasi tersebut dibimbing oleh sebuah proses-proses pengendali (control processes), yang menentukan bagaimana dan kapan informasi akan melalui sistem. Information processing adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Bagan berikut berisikan sebuah skema mengenai model memproses informasi (information processing model) yang diadaptasi dari Woolfolk (1995).


Bagan 4.1
Model Information Processing Theory


Sensory memory atau sensory register merupakan komponen pertama dalam sistem memori. Sensory memory menerima informasi atau stimuli dari lingkungan (seperti sinar, suara, bau, dan lain sebagainya) terus-menerus melalui alat-alat penerima (receptors) kita. Receptors adalah sebuah mekanisme tubuh untuk melihat, mendengar, merasakan (tasting), membau, rabaan, dan perasaan (feeling). Biasanya orang menyebut receptors sebagai alat-alat indera. Informasi yang diterima tersebut untuk beberapa saat disimpan dalam sensory memory kurang lebih dua detik.
            Keberadaan sensory memory memiliki dua implikasi dalam proses belajar. Pertama, orang harus memberikan perhatian pada informasi yang ingin diingatnya. Kedua, waktu mendapatkan atau mengambil informasi harus dalam keadaan sadar. Contoh, seorang siswa diberi informasi yang sangat banyak pada suatu waktu, tanpa diberi tahu informasi mana yang penting untuk diperhatikan, maka kemungkinan akan kesulitan untuk mengingat dan mempelajari semua informasi.
Perception
            Segera setelah stimuli diterima oleh sensory memory atau sensory register, otak kita mulai bekerja untuk memberi makna terhadap informasi atau rangsangan. Proses ini disebut dengan mempersepsi. Persepsi manusia terhadap informasi yang diterimanya berdasarkan realita objek yang mereka tangkap dan pengetauan yang telah dimiliki sebelumnya. Misalkan, bila ada tulisan seperti berikut:

1
Kemudian seseorang ditanya huruf apakah itu, maka orang tersebut mengatakan huruf B, dan jika seseorang ditanya nomor berapaka itu, maka ia menjawab nomer 13. Bentuk tulisan 13 dapat dipersepsikan secara berbeda tergantung pada keinginan dan apakah seseorang mengenal tulisan itu sebagai nomor atau huruf. Bagi orang yang belum pernah mengenal tulisan tersebut sama sekali akan kesulitan memberi makna terhadap tulisan tersebut apakah sebuah nomor atau huruf, mungkin juga tulisan tersebut tidak mempunyai makna.
            Persepsi terhadap stimuli bisa saja tidak seasli atau semurni stimuli sebenarnya. Hal ini terjadi karena pada saat seseorang memersepi sebuah stimuli ia dipengaruhi oleh kondisi mental, pengalaman-pengalaman sebelumnya, motivasi-motivasi, pengetahuan, dan berbagai macam faktor lainnya. Pertama, kita cenderung membedakan stimuli sesuai dengan aturan-aturan yang berbeda dengan karakteristik yang ada dalam stimuli tersebut. Kedua, manusia tidak merekam stimuli yang ia terima seperti ia melihat atau merasakannya, tetapi seperti apa yang mereka ketahui atau asumsikan (Slavin, 1994).
            Menurut Anderson (Woolfolk, 1995), pada saat melalui tahap persepsi, perhatian (attention) mempunyai peran yang penting terhadap stimuli yang ditangkap oleh sensory memory. Tidak semua stimuli dari lingkungan (berbagai macam warna, suara, gerakan, bau, temperatur, dan sebagainya) dapat diterima manusia. Manusia hanya memberikan perhatian pada beberapa stimuli dan tidak menghiraukan stimuli yang lain. Karena itu, dari semua stimuli yang ada, manusia memilih stimuli mana yang akan diproses lebih lanjut. Akan tetapi, perhatian (attention) manusia sangat terbatas dan manusia hanya dapat memberikan perhatian pada stimuli yang dibutuhkannya pada saat yang sama. Misalnya, pada saat seseorang belajar mengemudikan mobil, maka perhatiannya hanya tertuju pada bagaimana ia dapat mengemudikan mobil dengan benar, dan pada saat yang sama dia tidak dapat mendengarkan musik di radio. Namun setelah orang tersebut terbiasa dengan mengemudikan mobil, dia akan dapat mendengarkan musik sambil mengemudikan mobilnya. Setelah orang tersebut bertambah mahir dalam mengemudikan mobil, ia juga bisa berbicara dan menerima telepon pada saat mengendarai mobilnya. Ini terjadi karena beberapa proses yang membutuhkan perhatian dan konsentrasi menjadi otomatis karena latihan. Tingkat keotomatisan ini tergantung seberapa lama dan banyak manusia berlatih.
            Dalam proses belajar, memberikan perhatian merupakan langkah pertama yang harus dilakukan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memfokuskan perhatian siswa terhadap materi yang diajarkan, antara lain:
1.      Menggunakan tanda-tanda yang menunjukkan sesuatu yang penting, seperti seorang guru yang merendahkan atau meninggikan volume suara untuk menunjukkan sebuah informasi yang penting. Guru yang lain mungkin menggunakan gerakan tubuh, pengulangan, gambar-gambar, buku-buku teks yang berwarna, dan lain sebagainya.
2.      Menggunakan kata-kata yang mengandung unsur emosional.
3.      Perhatian juga dapat diperoleh dengan menghadirkan sesuatu yang tidak biasa, kejutan dan lain sebagainya, seperti seorang guru ilmu pengetahuan menunjukkan trik-trik magis untuk menjelaskan suatu materi sehingga siswa menjadi tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan.
4.      Perhatian juga dapat diperoleh dengan menginformasikan kepada siswa, bahwa apa yang akan dipelajari adalah sesuatu yang sangat penting. Misalkan guru mengatakan “Apa yang akan kita pelajari hari ini akan keluar pada waktu tes minggu depan”.
Short trem memory
            Mengutip pendapat Glanzer (1982), Slavin (1994) menyatakan, bahwa informasi yang diterima oleh seseorang dan mendapatkan perhatian kemudian dikirim ke dalam komponen yang kedua dari sistem memori,  yaitu short term memory. Short term memory adalah sebuah sistem penyimpanan yang dapat menyimpan sejumlah informasi yang terbatas untuk beberapa detik. Short term memory adalah bagian dari memori di mana informasi yang ada menjadi pikiran-pikiran yang disimpan. Pikiran-pikiran adalah kesadaran yang kita berikan terhadap beberapa momen dan disimpan dalam short term  memory. Jika kita berhenti berpikir tentang sesuatu, maka pikiran tentang sesuatu akan dikeluarkan dari short term memory.
            Informasi yang masuk ke dalam short term memory mungkin berasal dari sensory memory atau dari komponen dasar ketiga sistem memori, yaitu long term memory. Keduanya sering kali terjadi secara bersamaan. Misalkan, seseorang melihat seekor Kakaktua yang diterima oleh sensory memory dan mengirimnya ke short term memory, dan pada saat yang sama ia secara tidak sadar mencari memori yang disimpan dalam long term memory tentang burung-burung, sehingga ia dapat mengetahui bahwa apa yang dilihat itu adalah burung Kakaktua (Slavin, 1994).
              Salah satu cara yang dapat digunakan untuk tetap menjaga ingatan terhadap suatu informasi dalam short term memory adalah dengan berpikir tentang informasi tersebut atau mengatakannya berulang kali. Proses menjaga sebuah item dalam short term memory dengan mengulang disebut dengan latihan (rehearsal). Latihan sangat penting dalam proses belajar, karena lebih lama sebuah item berada dalam short item memory lebih besar kemungkinannya untuk ditransfer ke dalam long term memory. Tanpa latihan kemungkinan informasi-informasi tersebut akan cepat hilang dari short term memory tidak lebih dari tiga detik, karena short term memory mempunyai kapasitas yang terbatas. Informasi dapat juga hilang oleh informasi lain yang baru dan lebih kuat.
            Oleh karena itu, dalam proses belajar di kelas seorang guru harus mengalokasikan waktu belajar untuk siswa berlatih atau mengulang informasi yang telah diterima. Sebaiknya guru juga tidak terlalu banyak memberikan materi pelajaran pada saat yang sama, karena akan menyebabkan belajar menjadi tidak efektif. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya juga merupakan salah satu cara untuk menjaga informasi tetap berada pada short term memory, karena siswa mempunyai kesempatan untuk berpikir lagi dan berlatih secara mental tentang apa saja informasi yang mereka terima. Hal ini akan membantu siswa memproses informasi dalam short term memory dan mungkin akan menyimpan lebih lama dalam long term memory. Aktivitas mental ini dapat membantu siswa belajar informasi yang baru dan materi-materi yang sulit.
            Short term memory mempunyai kapasitas yang sangat terbatas, kira-kira 5 sampai 9 bits informasi yang dapat disimpan pada saat yang sama. Oleh karena itu, kita hanya dapat membedakan 5 sampai 9 informasi. Contohnya, seseorang akan kesulitan mengingat nomor telepon baru yang diperolehnya, dan jika dia ingin tetap ingat nomor telepon tersebut, ia harus sering mengucapkannya atau mengulang-ulang nomor telepon tersebut.
            Short term memory sebagai komponen kedua dalam sistem memori manusia bersifat individual. Artinya, short term memory yang dimiliki oleh manusia mempunyai perbedaan-perbedaan antara satu orang dengan orang lainnya ketika mereka menghadapi tugas belajar. Perbedaan-perbedaan tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Lebih banyak pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu, akan lebih mudah dan lebih baik orang tersebut mengorganisasi dan menangkap sebuah informasi, seperti studi yang dilakukan oleh Recht dan Leslie (Woolfolk, 1995). Namun, pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi perbedaan kapasitas sistem memori seseorang untuk mengorganisasi informasi. Strategi-strategi belajar yang baik yang diajarkan dengan penuh kesadaran juga dapat membuat kapasitas short term memory lebih efisien lagi.
Long term memory
            Long term memory adalah bagian dari sistem memori manusia yang menyimpan informasi untuk sebuah periode yang cukup lama. Long term memory diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk menyimpan informasi. Banyak para ahli yang percaya bahwa manusia mungkin tidak pernah melupakan informasi dalam long term memory, akan tetapi manusia hanya tidak mampu untuk menemukan kembali informasi dalam memori mereka. Berikut ini tabel sejumlah perbedaan short term memory dengan long term memory (Woolfolk, 1995).
Tabel 4.2
Perbedaan short term memory dan long term memory
Tipe  memory
Inpur
Kapasitas
Durasi
Isi
Memanggil kembali
Short term memory
Sangat cepat
Terbatas
Sangat singkat + 20-30 detik
Kata, gambar, ide, kalimat
Segera
Long term memory
Relatif lambat
Tidak terbatas
Tidak terbatas
Kalimat, skemata, produksi, episodik, gambar-gambar
Tergantung penghadiran kembali dan organisasi
            Para ahli kognitivisme membagi long term memory dalam tiga bagian, yaitu episodic memory, semantic memory, dan prosedural memory (Slavin, 1994). Episodic memory adalah memori pengalaman personal manusia yang memuat sebuah gambar secara mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat atau dengar. Episodic memory berisi gambar-gambar pengalaman-pengalaman manusia yang terorganisasi pada saat kapan dan dimana pengalaman-pengalaman tersebut terjadi. Ketika seseorang ditanya tentang makan malamnya bersama seorang teman, untuk menjawab pertanyaan ini, orang tersebut akan mengingat apa yang terjadi saat dia melakukan makan malam bersama seorang temannya dengan membayangkan saat ia makan malam bersama temannya itu. Pada saat mengingat tersebut, sebenarnya individu tersebut sedang memanggil kembali informasi yang telah disimpan episodic memory di dalam long term memory, dan akhirnya ia dapat menjelaskan peristiwa makan malam. Informasi gambar yang disimpan dalam episodic memory sering kali sulit untuk digali kembali, karena dalam hidup manusia terlalu banyak informasi yang harus disimpan sehingga informasi yang lama tertutup oleh informasi yang baru.
            Semantic memory, (deklaratif) memori adalah memori yang berisi ide-ide atau konsep-konsep yang berkaitan dengan skema atau skemata. Skema, menurut Piaget, adalah kerangka kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-pengalaman. Para ahli teori mengelola kognitif (cognitive-processing) juga menggunakan istilah skema dan skemata untuk menjelaskan jaringan kerja konsep-konsep yang telah dimiliki oleh individu-individu dalam memori mereka untuk memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi yang baru (Slavin, 1994). Selain skema, memori-memori dalam semantic memory juga disimpan sebagai proposisi-proposisi dan image.
            Procedural memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat prosedural sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu dikerjakan, khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas yang bersifat spesifik (Slavin, 1994). Misalnya, pada saat kita belajar menggunakan komputer, maka memori kita menyimpan informasi cara menggunakan komputer sebagai ingatan prosedural (procedural memory). Bila suatu saat kita akan menggunakan komputer tersebut, ingatan kita tentang prosedur menggunakan komputer akan digali atau dipanggil untuk digunakan mengoperasikan komputer.


Gambar 4.2
Macam-Macam Pengetahuan

Penyimpanan informasi dalam long term memory
            Cara seseorang belajar atau menerima informasi, kemudian memprosesnya, akan berpengaruh terhadap pemanggilan atau penggalian informasi tersebut. Untuk memahami sebuah informasi, seseorang perlu mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada dalam memori. Pada saat inilah elaborasi (elaboration), organisasi (organization), dan konteks (context) memainkan peran yang penting (Woolfolk, 1995).
            Elaborasi adalah penambahan makna baru terhadap informasi baru dengan cara menghubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada atau yang sudah dimiliki. Elaborasi ini digunakan untuk membangun sebuah pemahaman terhadap informasi baru, atau mungkin proses untuk mengubah pengetahuan yang sudah ada.  Elaborasi pengetahuan ini sering kali terjadi secara otomatis. Misalnya, sebuah tulisan tentang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia cenderung akan mengaktifkan pengetahuan tentang periode tersebut. Pengetahuan yang lama digunakan untuk memahami pengetahuan yang baru. Biasanya sebuah informasi yang telah dielaborasi pada saat pertama kali diterima atau dipelajari akan mempermudah untuk diingat kembali. Karena, pertama, elaborasi adalah sebuah bentuk pengulangan, yaitu menjaga keaktifan kerja memori jangka panjang sehingga cukup memungkinkan untuk penyimpanan secara permanen dalam long term memory. Kedua, elaborasi dapat membangun lingkaran-lingkaran ekstra dengan pengetahuan yang sudah ada. Lebih dari satu bit informasi atau pengetahuan akan dihubungkan dengan bit-bit informasi atau pengetahuan yang lain. Para psikolog juga telah menemukan bahwa elaborasi ini akan memudahkan seseorang untuk mengingat kembali informasi atau pengetahuan yang sudah ada untuk memahami informasi yang baru.
            Organisasi adalah elemen kedua dari proses belajar. Informasi yang terorganisasi dengan baik akan lebih mudah dipelajari dan diingat. Mempelajari sebuah konsep akan lebih mudah dan diingat bila disusun dengan baik. Misalnya, mempelajari konsep tentang macam-macam pengetahuan akan lebih mudah dipahami dan diingat bila disusun dengan sebuah tabel (seperti tabel macam-macam pengetahuan).
            Konteks (context) adalah elemen ketiga dari proses yang memengaruhi belajar. Aspek-aspek fisik dan emosi (tempat, ruangan, emosi yang dirasakan saat individu belajar) akan diproses dengan informasi yang dipelajari saat itu. Oleh karena itu, sebuah informasi akan lebih mudah dipelajari atau diingat bila konteks yang melatarbelakangi informasi tersebut sama dengan konteks informasi yang sudah ada. Misalnya, siswa yang diajar dalam sebuah ruangan performannya lebih baik saat mengerjakan tes pada ruangan yang sama daripada siswa yang melakukan tes pada ruangan yang berbeda dengan saat dia belajar.
Ingatan
            Coon (Soekamto, 1997) menyatakan, ingatan adalah sebuah sistem aktif yang menyimpan, menerima, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima oleh seseorang. Ingatan ini sangat selektif dan terdiri atas tiga tahap.
1.      Ingatan sensorik, yang menyimpan apa yang dilihat dan didengar (ikon untuk stimulus yang berupa visual dan gema untuk stimulus yang berupa audio). Penyimpanan informasi dalam ingatan sensorik ini hanya sebentar, kurang lebih setengah detik. Selanjutnya, informasi yang penting dikirim ke ingatan jangka pendek (short term memory), sedangkan yang tidak penting akan dibuang atau dilupakan.
2.      Ingatan jangka pendek (short term memory). Apa yang tersimpan di dalam ingatan sensorik kemudian diteruskan ke ingatan jangka pendek setelah disaring terlebih dahulu. Seleksi ini tergantung pada perhatian mahasiswa terhadap stimulus yang datang. Di dalam ingatan jangka pendek informasi/stimuli disimpan dalam bentuk suara. Ingatan jangka pendek ini merupakan gudang sementara untuk informasi yang baru masuk, dan hanya mempunyai kapasitas yang sangat terbatas. Kemampuan yang terbatas ini akan menghambat proses belajar sesuatu yang baru, yang disebut dengan rentangan ingatan (memory span). Rentangan ini diukur dari jumlah butir yang diingat kembali setelah informasi itu diterima. Umumnya manusia hanya dapat mengingat butir yang lebih banyak. Agar informasi yang ditampung dalam ingatan jangka pendek lebih banyak, diperlukan pengelompokan dan penyatuan informasi (chunking), di samping pengulangan-pengulangan (rehearsal).
3.      Ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan ini bersifat permanen dan terdiri dari informasi-informasi penting yang diteruskan dalam ingatan jangka pendek. Informasi ini terlebih dahulu dibandingkan dengan informasi yang sudah ada dalam ingatan jangka panjang. Apabila informasi baru tersebut sama dengan informasi yang ada, maka informasi yang berbeda sama dengan informasi yang sudah ada, maka informasi baru itu akan memudahkan penyimpanan. Informasi yang berada di dalam ingatan jangka akan disimpan dalam waktu yang tidak terbatas.

Informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang akan dicari lagi pada saat informasi tersebut akan digunakan. Pencarian itu sendiri terkadang secara sadar seperti pada saat seseorang melihat seorang temannya, maka orang tersebut akan memunculkan dan mencari nama temannya tersebut dalan ingatannya. Pencarian informasi juga terkadang bisa secara otomatis, seperti ingat ketika seseorang memutar nomor telpon yang sudah diingat sebelumnya.
Ukurang jaringan memori yang dimiliki oleh manusia sangat besar, tetapi hanya sedikit saja yang diaktifkan. Hanya informasi yang ada dan sedang dipikirkan yang dikerjakan oleh ingatan atau memori. Informasi yang diperoleh dalam jaringan kerja ini melalui spread of Aktivation, yaitu pencarian kembali informasi berdasarkan keterkaitanya dengan informasi-informasi yang lain.

A.     MODEL TINGKATAN-TINGKATAN MENGELOLA INFORMASI (LEVELS OF INFORMATION PROCESSING MODELS)

Tidak semua para ahli psikologi yang memercayai bahwa memori manusia dapat secara tuntas dijelaskan oleh model tiga penyimpanan (sensorik memory, short term memory, long term memory).  Craik dan Lockhart (Woofolk, 1994) mengenalkan teori tingkatan-tingkatan mengelola emosi (levels of processing theory) sebagai alternatif untuk model tiga penyimpanan (three stored models). Mereka menanyakan apakah yang menentukan dan bagaimanakah informasi yang panjang dapat diingat dan bukan di mana informasi tersebut disimpan, tetapi bagaimana informasi secara tuntas dianalisis dan dihubungkan dengan informasi yang lain. Lebih lengkap atau tuntas sebuah informasi diproses, akan lebih baik kita mengenal dan mengingat informasi tersebut. Misalnya, jika seseorang diminta untuk mengamati sebuah gambar anjing berdasarkan warnanya, kemungkinan orang tersebut tidak mengingat gambar tersebut kemudian. Tetapi jika orang tersebut diminta untuk membandingkan setiap anjing dan bagaimana anjing-anjing tersebut mengejar dan menggigit orang tersebut, kemungkinan orang tersebut akan lebih mengingat daripada hanya mengamati sebuah gambar. Untuk membandingkan anjing-anjing orang tersebut harus memerhatikan secara detail sebuah gambar anjing dan menghubungkannya dengan pengalaman atau gambaran-gambaran tentang karakteristik-karakteristik yang diasosiasikan dengan bahaya, dan lain sebagainya. Prosedur pembandingan membutuhkan lebih dalam pemrosesan dan lebih memfokuskan pada makna gambar-gambar dalam foto-foto tersebut.
Craik (Wooflok, 1994) menyatakan, three-store model dan levels of processing theory tidak dapat saling dipertukarkan atau diganti, karena ada perbedaan struktural komponen-komponen atau persamaan tahap-tahap memori untuk sensori, short term memory, dan pembedaan long term memory, seperti strategi-strategi yang berbeda atau tingkatan-tingkatan memproses yang “mendorong” informasi dari satu tahap ke tahap berikutnya. Walaupun para peneliti telah berpaling dari pendekatan levels of processing, Schwartz dan Reisberg (Woolflok, 1994) berargumen bahwa ada sebuah pemahaman yang penting dan benar pada inti dari pandangan levels of processing. “menemukan hubungan-hubungan yang bermakna antara apa yang kita ketahui dengan apa yang kita pelajari adalah sangat penting sekali”. Berpikir tentang apa yang kita pelajari secara dangkal tidak akan dapat meningkatkan belajar.

B.     CONNECTIONISME : ALTERNATIF LAIN UNTUK THREE-STORE MODEL
Teori lain yang menjelaskan bagaimana kerja memori adalah model connectionisme. Model ini mengasumsikan bahwa semua ilmu pengetahuan di simpan dalam bentuk-bentuk hubungan antara unit-unit dasar processing dalam sebuah tempat jaringan-jaringan kerja dalam otak. Pemrosesan informasi diasumsikan dilakukan oleh jaringan-jaringan kerja ini. Dengan demikian, model koneksionis ini menggunakan jaringan fisik otak dari neuron-neuron sebagai sebuah metafor bagi jaringan memori. Di antara model-model koneksionis adalah paralevel distributed processing (PDP) tetap pada tingkat metaforikal dan mencoba menjelaskan memori dengan cara yang konsisten dengan perilaku manusia. Teori-teori yang didasarkan pada otak memfokuskan secara langsung dengan bagaimana sistem nervous mengoperasikan dan tidak pada munculnya jaringan fisik dari sistem nervous.
Dalam model koneksionis ini, bagian-bagian yang membangun kotak-kotak memori adalah subsimbolik, yaitu sesuatu yang lebih dasar dari unit simbol-simbol yang memiliki makna seperti proposisi dan skema

Read More